Sunday, June 7, 2009

TRAGEDI KAROM MOMPANG

Karom Mompang adalah satu kejadian nyata yang pernah terjadi di desa Mompang Mandailing Natal. Tragedi banjir bandang yang pernah menghancurkan daerah pemukiman di desa Mompang.
Karom Mompang ini terjadi ketika Indonesia masih diduduki oleh penjajah Belanda. Yaitu terjadi pada tahun 1937. Dimana satu aliran banjir bandang terjadi sehingga meluluh lantakkan desa Mompang Julu pada saat itu.
Pada tahun ini, yaitu 2009, masih banyak saksi yang merasakan dan melihat langsung kejadian ini. Seperti seorang family saya yang sempat selamat dari hantaman banjir bandang ini. Ia pernah bercerita pada saya. Katanya banjir bandang ini terjadi pada malam hari. Pada malam itu kebetulan hujan datang. Saat itu family saya dan keluarganya masih kecil. Masih berumur kira-kira 12 tahun. Ia masih mengingat jelas kejadian itu. Katanya pada awalnya, ketika terjadi seperti suara ribut, seperti suara gemuruh, seperti suara benturan-benturan bebatuan, mereka ketakutan dan saling memandang satu sama lain. Saat itulah mereka tahu bahwa banjir besar sedang melanda kampungnya.
Begitu salah satu dari keluarga family saya ini membuka pintu rumahnya yang kala itu terbuat dari kayu. Rupanya pekarangan mereka sudah nampak seperti lautan yang sangat luar biasa ombaknya. Mereka terus menutup pintu tanpa berusaha untuk keluar rumah lagi. Suara benturan-benturan batu masih terus terjadi beberapa jam lamanya. Begitulah hingga air mulai surut sebelum matahari terbit di pagi harinya.
Disat pagi sudah mulai terang. Ayah dari family saya ini terus membuka pintu rumahnya. Saat itu ia melihat bahwa rumah-rumah yang dulunya ramai di kiri kanan rumahnya, di muka dan belakang rumahnya, kini sudah tidak ada lagi yang tersisa. Semuanya sudah nampak rata tersapu Karom Mompang yang luar biasa dahsyatnya. Banyak penduduk yang hilang, banyak penduduk yang mati tersapu air. Inilah kejadian paling tragis yang pernah terjadi di Mandailing Natal.
Keluarga dari family saya itu selamat sekeluarga. Rupanya ada sepokok kelapa di hulu rumahnya. Ditambah lagi di saat banjir bandang itu banyak bertumpuk kayu-kayu besar yang hanyut dan tersangkut di pokok kelapa itu. Ituah rupanya yang menyebabkan rumah family saya tidak ikut tersapu air bah yang datang menghantam. Hanya rumah mereka yang tesisa pada waktu itu di sekitar rumah mereka. Begitulah kalau alam menghantam. Begitulah rupanya kalau alam lagi marah. Cerita ini saya tulis hanya untuk menjadi ingatan. Semoga keturunan Mandailing selalu mengingat cerita tragis ini.

Salam dari Penulis buku:
40 Hari Di Tanah Suci.